Gamification: Menarik Konsumen dengan “Permainan”, atau “Mempermainkan” Konsumen?

Siapa yang tak suka permainan?

Terlepas dari usia, gender, ataupun profesi, semua orang suka melakukan aktivitas menghibur yang bisa membuat mereka merasa berhasil meraih suatu pencapaian ("Hore menang!").

gamification: menarik konsumen dengan "permainan", atau "mempermainkan" konsumen


Hal ini pun disadari oleh para pebisnis dan marketer, yang mulai menerapkan unsur-unsur permainan seperti hadiah, penghargaan & kompetisi ke dalam strategi pemasarannya.

Misalnya, seorang penjual online memberikan “poin” ketika konsumen membeli produk, dan juga membuat ranking bulanan bagi para pengumpul poin terbanyak (yang tentunya akan mendapat hadiah juga).

Dalam dunia marketing, strategi penerapan unsur-unsur permainan ini dikenal dengan sebutan gamification.

"Imbalan Gratis? Saya Mau Lah!"

Semua pengguna internet pasti pernah mendapat tawaran seperti ini:

"Ingin dapat potongan harga xx% dari pembelanjaan Anda yang berikutnya? Ayo daftar menjadi anggota eksklusif brand kami!"

Ini adalah salah satu contoh praktek gamification yang paling sering digunakan, dimana penjual menawarkan imbalan kepada pembeli ketika mereka melakukan sesuatu yang diinginkan.

Starbucks pernah menerapkan strategi ini melalui program "Starbucks Reward".

gamification: menarik konsumen dengan "permainan", atau "mempermainkan" konsumen


Tidak hanya hadiah, mereka pun memasukkan unsur permainan berupa level (tingkatan) dimana konsumen akan mendapatkan keuntungan tambahan berdasarkan level tersebut.

Hasilnya? Strategi ini berhasil mendatangkan kesuksesan bagi Starbucks.

Tercatat sekitar 4.5 juta konsumen mengikuti program tersebut, dan penjualan dari program pun mencapai angka 3 Miliar US Dollar per tahun.

Praktek ini sudah ada sejak lama karena terbukti mampu menghasilkan keuntungan yang cukup besar.

Selain itu, bisnis juga akan bisa menaikkan interaksi dengan konsumen, meningkatkan loyalitas, mengumpulkan data, dan memberi mereka insentif untuk bertransaksi.

Di Indonesia, salah satu contoh yang paling dikenal dari gamification adalah strategi dari raksasa marketplace online, Shopee.

gamification: menarik konsumen dengan "permainan", atau "mempermainkan" konsumen


gamification: menarik konsumen dengan "permainan", atau "mempermainkan" konsumen


Pengguna Shopee pasti sangat familiar dengan fitur di atas.

Di sini Shopee tidak hanya menawarkan hadiah, tapi juga memasukkan unsur kompetisi dengan membatasi jumlah hadiah yang tersedia.

Hal ini membuat para pengguna setiap harinya “berlomba” dengan pengguna lain untuk mendapatkan hadiah yang mereka inginkan.

Dengan kata lain, mereka harus rutin check-in -- dan membuka aplikasi -- untuk mendapat koin.

Semakin sering mereka membuka aplikasi, tentu nafsu untuk melihat (dan membeli) barang yang sedang diidamkan di marketplace pun akan semakin besar juga.

Padahal jika dilihat dari hadiah-hadiah di atas, sebenarnya nilai harga yang bisa didapatkan terbilang kecil.

Namun, nilai ini tidak berpengaruh dan pengguna tetap tertarik karena penawaran tersebut terasa seperti sebuah permainan.

Ketika merasa bahwa mereka sedang “bermain”, tentu mereka pun akan ingin menang.

Hal yang perlu pengguna lakukan pun terbilang mudah, hanya meng-klik satu buah tombol.

Ini akan membuat pengguna berpikir, “Eh, tidak ada ruginya..”

Jadi, strategi ini terdengar menarik bukan untuk bisnis Anda? Eits, jangan yakin dulu..

Sisi Negatif Strategi Gamification

Satu elemen permainan yang sering diterapkan dalam strategi adalah kompetisi, dan perlu dicatat bahwa tidak semua orang menyukainya.

Dalam kompetisi selalu ada pihak yang menang, dan juga pihak yang kalah.

Siapa yang suka merasa kalah?

Ketika pengguna merasakan hal negatif, bisa jadi perasaan tersebut pun akan terasosiasi dengan brand Anda.

Hasilnya bisa jadi pengguna pun justru akan berhenti berbisnis dengan Anda.

Selain itu, perhitungan yang salah pun bisa membuat gamification justru merugikan.

Bagaimana jika pengguna hanya berinteraksi untuk mendapatkan hadiah, tanpa bertransaksi membeli sama sekali?

Dengan kata lain Anda membayar pengguna tanpa mendapatkan apapun.

Kemudian, bagaimana dengan target audiens?

Kaum pria secara umum akan lebih tertarik dengan elemen-elemen “permainan”, tapi wanita seringkali hanya ingin berbelanja saja.

Karena penerapan strategi ini cukup rumit, apakah setimpal jika dampak hanya akan dirasakan oleh sebagian audiens Anda?

Walaupun ada sebuah studi yang membuktikan bahwa gamification bisa menaikkan kemungkinan konsumen kembali sebesar 37%, bukan berarti strategi ini akan pasti menghasilkan kesuksesan untuk Anda.

Seperti strategi lainnya, gamification pun memiliki pro dan kontra yang harus Anda pertimbangkan dengan seksama terlebih dahulu.

Di luar sana sangat banyak artikel yang bisa membuat Anda yakin dengan metode ini, namun Anda harus bisa kritis dan memikirkan juga dampak negatif yang mungkin akan terjadi.

Pikirkan tahap pembelajaran ini sebagai level awal di permainan favorit Anda.

Anda bisa langsung melangkah untuk mengatasi rintangan-rintangan & mengalahkan boss di level berikutnya.

Tapi, alangkah lebih baik jika Anda lebih dulu melakukan persiapan yang matang supaya tidak akan kesulitan, toh?

Selain hal-hal di atas, banyak bisnis yang menerapkan praktek strategi gamification hanya karena mengikuti tren.

Ketika melihat strategi ini mendatangkan keuntungan untuk bisnis-bisnis lain, tentu Anda pun akan merasa tergiur ingin merasakan “kemenangan” juga.

Tapi, apakah strategi ini cocok untuk model bisnis Anda?

Bagaimana dengan target konsumen?

Jika tidak diperhatikan, bisa jadi hal ini akan terasa seperti Anda mempersiapkan kekuatan pukulan tangan untuk perlombaan renang.

Tidak matching.

Anda sekarang sudah memiliki konsumen setia, jangan sampai gamification justru membuat mereka pergi karena tidak sesuai dengan metode baru Anda.

Hal yang paling penting yang harus Anda ingat sebelum mengambil keputusan adalah:

Jangan sampai “permainan” yang Anda buat justru membuat konsumen merasa dipermainkan.

Tentang Penulis:

Raski Santika adalah digital Marketing Specialist di Sribu dan Content Writer di Blog Sribu. Melalui tulisan, penulis ingin berkontribusi untuk mengembangkan dunia bisnis Indonesia dengan mengedukasi pebisnis mengenai tips bisnis, strategi digital marketing, dan pengembangan mental diri.

Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca. Segala bentuk dan akibat yang timbul atas materi di atas, sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis. Terima Kasih!

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url